Logo PA Buol

Selamat Datang di Website Pengadilan Agama Buol

 

Written by Andri on . Hits: 1294

Tafakur[1] Akhir Tahun

Oleh: Ramli Ahmad, Lc.[2]

Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu. Hari berganti hari. Bulan berganti bulan. Dan akhirnya beberapa hari lagi akan berganti tahun. Begitulah tabiat waktu, begitu cepat berlalu. Manfaatkanlah waktu dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai waktu berlalu tanpa diisi dengan kebaikan dan kemanfaatan. Al Imām Asy Syāfi’ī -rahimahullāh- berkata:

الوقت سيف، فإن قطعته و إلا قطعك، ونفسك إن لم تشغلها بالحق و إلا شغلتك بالباطل

“Waktu ibarat pedang, jika engkau tidak menebasnya maka ia yang akan menebasmu. Dan jiwamu jika tidak kau sibukkan dengan kebenaran (kebaikan), maka jiwamu akan menyibukkanmu dengan kebatilan (keburukan).”[3]

Ada juga yang mengumpamakan waktu seperti es batu yang ditaruh di dalam gelas. Diminum atau tidak, es batu tersebut akan habis. Begitulah waktu. Dipakai atau tidak, waktu akan habis.

Menjelang akhir tahun dan menyongsong tahun baru, seyogyanya setiap muslim melakukan 2 (dua) macam tafakur;

Pertama; Tafakur Hisāb, yaitu perenungan dalam rangka introspeksi diri, kembali memikirkan secara mendalam, merenungkan, dan mengevaluasi apa-apa yang telah dilakukan di masa yang telah lalu.

Tentunya, sebagai manusia biasa -banī Ādam-, setiap muslim mempunyai kesalahan dan kekurangan. Semua pernah berbuat khilaf dan dosa. Namun, Allah Ta’ala Maha Pengampun, Allah Ta’ala Maha Penerima taubat, pintu taubat-Nya selalu terbuka lebar bagi siapa saja yang mau bertaubat dan kembali kepada-Nya.

Tidak ada seorang pun yang terbebas dari kesalahan. Setiap orang pasti memiliki kesalahan. Demikianlah yang telah di-nash oleh baginda RasūlullāṢhallāllahu ‘alaihi wa sallam;

كل بني آدم خطاء، وخير الخطائين التوابون

Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat.”[4]

Seorang muslim harus selalu berupaya untuk menghisab dan mengevaluasi dirinya, sebelum nanti dihisab dan dievaluasi oleh Allah Ta’ala. ‘Umar bin Khaṭṭhab -raḍiallāhu ‘anhu- berkata:

حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا، ووزنوا أعمالكم قبل أن توزنوا، فإنه أهون عليكم في الحساب غدا أن تحاسبوا أنفسكم اليوم، وتزينوا للعرض الأكبر، يومئذ تعرضون لا تخفى منكم الخافية.

“Hisablah dirimu sebelum nanti dihisab. Dan timbanglah amalan-amalanmu sebelum nanti ditimbang. Karena nanti hisabmu akan lebih mudah jika engkau evaluasi dirimu sekarang. Dan hiaslah dirimu untuk menghadapi pertemuan besar. Di hari akan ditampakkan semua yang telah engkau lakukan, tidak ada yang tersembunyi.”[5]

Kedua; Tafakur isti’dād, yaitu perenungan dalam rangka mempersiapkan diri untuk menghadapi waktu yang akan datang.

Seorang muslim hendaknya berfikir secara mendalam dan menyiapkan dirinya untuk menyongsong tahun baru sebagai pribadi yang lebih baik. Ia merencanakan, memprogram, dan menyiapkan dirinya serta semua sarana yang dimiliki utk mencapai tujuannya. Ia berkata dan berjanji dalam dirinya untuk istiqāmah di atas kebaikan, menebar kemanfaatan.

Seorang muslim bukan pribadi yang tidak punya kesalahan, tetapi pribadi yang mau mengadakan perbaikan diri. Jatuh dan terjerumus dalam kesalahan adalah sesuatu yang manusiawi. Yang tercela adalah tidak mau mengakui kesalahan dan melakukan upaya untuk memperbaiki diri.

Hidup ini adalah sebuah perjalanan. Setiap kita sedang melakukan perjalanan hidup. Perjalanan yang panjang menuju Allah Ta’ala, menuju surga atau neraka, menuju ridha ataukah murka-Nya. Perjalanan yang melelahkan. Perjalanan yang butuh bekal yang banyak, butuh perjuangan dan pengorbanan, membutuhkan segala-galanya. Rasūlullāh  Ṣhallāllahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

كل الناس يغدو، فبائع نفسه فمعتقها أو موبقها

“Setiap orang melakukan perjalanan hidupnya, ia berjalan mempertaruhkan diri lalu membebaskan dirinya dari neraka ataukah menjerumuskan diri ke dalamnya.”[6]

Demikianlah, seorang muslim di akhir tahun, menjelang pergantian tahun, semestinya melakukan tafakur; tafakur hisāb dan tafakkur isti’dād. Menghisab, mengevaluasi dan mengintrospeksi apa yang telah dilakukan di waktu yang telah lalu serta mempersiapkan diri untuk memasuki waktu yang akan datang.

Allah Ta’ala tidak melihat masa lalu seseorang, apalagi orang yang telah bertaubat, karena Nabi Ṣhallāllahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

التائب من الذنب كمن لا ذنب له

“Seorang yang bertaubat dari perbuatan dosa seperti orang yang tidak punya dosa.”[7]

Yang dilihat oleh Allah Ta’ala adalah akhir hidup manusia;

إنما الأعمال بخواتيمها

“Sesungguhnya amalan itu dinilai dengan akhirnya (penutupnya).[8] Apakah akhir cerita kehidupan dan amalan kita ditutup dengan husnul khātimah, ataukah sū’ul khātimah, wal ‘iyażubillāh.

Dalam menyongsong masa yang akan datang -tahun baru-, seorang muslim hendaknya berprasangka baik (husnuẓ ẓan) kepada Allah Ta’ala bahwa Dia akan memberikan yang terbaik untuk dunia dan akhiratnya. Karena Allah Ta’ala sesuai dengan apa yang dipersangkakan hamba kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman di dalam hadits Qudsi;

أنا عند ظن عبدي بي، فليظن بي ما شاء.

“Sesungguhnya Aku tergantung persangkaan hamba-Ku. Oleh karenanya, hendaknya hamba-Ku berprasangka dengan apa yang dia ingin dari-Ku.”[9]

إن ظن بي خيرا فله، و إن ظن بي شرا فله.

“Jika dia berbaik sangka berupa kebaikan, maka kebaikan baginya. Jika dia berprasangka buruk, maka keburukan pula baginya.[10]

Selain berprasangka baik kepada Allah Ta’ala, juga harus disertai dengan usaha dan aksi nyata. Sehingga seorang muslim secara konkret mengisi kehidupannya dengan kebaikan dan ketaatan sampai akhir hayatnya. Mengisi kehidupan dengan hal-hal yang bermanfaat. Meniatkan semua aktivitas untuk ibadah. Sehingga dengan lisan, perbuatan, dan hati nuraninya, ia beribadah kepada Allah Ta’ala sampai ajal menjemput;

واعبد ربك حتى يأتيك اليقين

“Ibadahilah Rabbmu sampai kematian datang menjemputmu.” (QS. Al Hijr: 99).

Semoga Allah Ta’ala -dengan cinta dan kasih sayangNya- memberikan keistiqamahan kepada kita dalam menjalani hidup dan menganugerahkan husnul khātimah.

 

[1] . Bentuk madar (kata benda) dari fi’il (kata kerja) tafakkara, yatafakkaru. Didalam KBBI artinya renungan, perenungan, memikirkan, atau menimbang-nimbang dengan sungguh-sungguh, mengheningkan cipta.

[2] . Hakim Pengadilan Agama Buol - Sulawesi Tengah.

[3] . Dinukil oleh Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Al-Jawāb Al-Kāfi 1/109 dan Madārijus Sālikīn 3/129.

[4] . HR. Tirmidzi, No. 2499.

[5] . Ibnu Abi Dunya dalam kitab Muhāsabatun Nafsi, hal. 22.

[6] . HR. Tirmidzi, No. 3517.

[7] . HR. Ibnu Majah, No. 4250.

[8] . HR. Bukhari, No. 6493.

[9] . HR. Ahmad, No. 16979.

[10] . HR. Ahmad, No. 9076.

Hubungi Kami

Pengadilan Agama Buol

Jl. Batalipu No.7, Leok II, Biau, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah 94563

Telp: (0445) - 2210999,

       0812-2222-6093 (Whats App Center)
Email  : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.